Berita Economy & Industry

Vakum Empat Tahun, Pameran Otomotif di Jepang Kembali Digelar

JAWAPOS— Pameran otomotif Tokyo kembali hadir tahun 2023, dan dibuka pada Kamis 19 Oktober. Ini pertama kalinya pameran kembali dilaksanakan setelah empat tahun vakum. Kehadirannya kini berganti nama menjadi era kendaraan listrik, dalam perombakan pemasaran yang mungkin lebih mencerminkan aspirasi industri tentang kendaraan listrik.

Japan Mobility Show hadir pada saat yang kritis bagi industri dalam negeri. Toyota, produsen mobil terlaris di dunia, tahun ini mengumumkan perubahan strategi pada kendaraan listrik bertenaga baterai, termasuk rencana untuk mengkomersialkan baterai canggih dan mengadopsi teknologi die-casting yang dipelopori oleh Tesla.

Pergeseran Toyota dalam pengembangan mobil listrik telah membantu membungkam kritik, bahwa mereka terlalu lambat dalam mengadopsi kendaraan listrik bertenaga baterai. Ini menjadi tantangan bagi kompetitornya, seperti Subaru, Mazda, dan Mitsubishi Motors yang harus mengembangkan kendaraan listrik, kata para analis dilansir dari Reuters.

Sementara itu, produsen mobil terkemuka Tiongkok, BYD akan menjadi produsen mobil Tiongkok pertama yang memamerkan modelnya di pameran tersebut, dan menjadi satu dari hanya tiga pabrikan mobil asing yang hadir dalam pameran, yakni Mercedes dan BMW. Dan tak seperti banyak perusahaan Jepang yang akan memamerkan mobil konsepnya, semua pembuat mobil asing akan memamerkan kendaraan listrik baterai yang sudah atau akan diproduksi massal.

Tampaknya ada ‘kesenjangan yang semakin besar’ antara produsen mobil Jepang yang lebih kuat, seperti Toyota dan Honda yang menghasilkan rekor profit pada penjualan, dan produsen mobil yang lemah dalam penjualan, kata Koji Endo, kepala penelitian ekuitas di SBI Securities. Industri otomotif Jepang juga menghadapi tekanan dari biaya input yang tinggi dan merosotnya penjualan di Tiongkok, di mana merek-merek Jepang seperti Nissan dan Mitsubishi, yang dilaporkan telah memutuskan untuk menghentikan produksi di sana, terkena dampak yang lebih parah dibandingkan produsen non Tiongkok lainnya. (*)