Berita Economy & Industry

Survei: Peminat Kendaraan Listrik di Indonesia masih Sedikit

KONTAN— Di tengah kehadiran merek dan varian kendaraan listrik di pasar Indonesia, peminat produk tersebut ternyata belum sebesar yang diharapkan. Dalam diskusi di arena pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024, Kompas mengumumkan hasil survei terkait sikap masyarakat terhadap mobil dan sepeda motor listrik. Hasilnya, 54,9 persen responden menyatakan tak berminat membeli kendaraan listrik (mobil maupun sepeda motor).

Selain itu, terdapat 19,9 persen responden yang berminat membeli motor listrik, 13,9 persen berminat membeli motor dan mobil listrik, serta 5,5 persen berminat membeli mobil listrik. Survei yang dilaksanakan pada 27 Mei sampai 2 Juni 2024 ini melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi di Indonesia. Responden ini terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 17 hingga 56 tahun serta mewakili berbagai kelas baik kalangan bawah, menengah, maupun atas.

Peminat sepeda motor listrik tersebar di berbagai daerah seperti Jawa (20,2 persen), Bali Nusa Tenggara (24,4 persen), Kalimantan (23 persen), dan Sulawesi (25 persen). Di sisi lain, peminat mobil listrik cenderung terkonsentrasi di Pulau Jawa (6,1 persen), dan Sumatra (8,1 persen).

Dari sisi usia, motor listrik banyak diminati oleh responden kelompok usia 17 sampai 24 tahun atau generasi Z, yakni 25,9 persen. Mobil listrik juga banyak diminati oleh kelompok usia tersebut yakni 8,6 persen. Dari segi kelas sosial ekonomi, peminat terbesar motor listrik berasal dari responden kelas atas yakni 22 persen. Namun, responden kelas menengah bawah juga punya ketertarikan yang tinggi pada motor listrik yakni 21,4 persen. Adapun peminat mobil listrik masih didominasi oleh responden kelas atas dan kelas menengah atas masing-masing 10 persen dan 8 persen.

Survei ini juga memperlihatkan bahwa 63,5 persen responden mengaku tidak tahu program subsidi pemerintah untuk mobil dan sepeda motor listrik. Sebanyak 51,3 persen responden menilai harga kendaraan listrik setelah subsidi masih belum sesuai dengan kemampuan finansial mereka.

Meski diklaim lebih ramah lingkungan dan minim biaya perawatan, masih ada sejumlah stigman negatif yang melekat pada kendaraan listrik di mata sebagian masyarakat. Misalnya terkait harga jual kembali (resale value), kemampuan jarak tempuh, daya tahan terhadap air, ketersediaan charging station, hingga durasi pengisian baterai. Saat ini pun pangsa pasar mobil listrik masih di kisaran 2,7 persen dari total penjualan mobil nasional. Begitu pula dengan pangsa pasar motor listrik yang masih sekitar 1,5 persen dari total penjualan motor di dalam negeri.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan, saat ini pembeli kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, didominasi oleh masyarakat kalangan atas. Mobil listrik juga cenderung dibeli bukan sebagai kendaraan pertama. GAIKINDO juga menganggap, mayoritas konsumen lebih sering mencari mobil dengan harga di bawah Rp 400 juta. Sayangnya, belum banyak merek atau model mobil listrik yang tersedia dengan harga seperti itu. “Rata-rata harga mobil listrik masih relatif mahal. Memang ada pembelinya, tapi terbatas,” kata dia dalam diskusi media, Senin 22 Juli 2024.

Terlepas dari itu, GAIKINDO tetap memandang kendaraan listrik sebagai bagian dari masa depan industri otomotif. Namun, kembali lagi, transisi menuju era kendaraan listrik tak bisa dilakukan secara instan. Franciscus Soerjopranoto (Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia, HMID) menilai, kekhawatiran terhadap keandalan mobil listrik sebenarnya sudah bisa diatasi seiring kemajuan teknologi. Sebagai contoh, saat ini sudah mulai bermunculan mobil listrik yang bisa melaju hingga lebih dari 500 kilometer di Indonesia. “Kami juga berinisiatif memperbanyak fasilitas charging station,” kata Soerjo. (*)