Berita Economy & Industry

Pelaku Industri Otomotif Buka Suara soal Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor pada 2025

BERITASATU— Wacana penerapan peraturan asuransi wajib (third party liability, TPL) bagi pemilik kendaraan bermotor menuai komentar dari pelaku industri otomotif. Secara garis besar mereka masih mempelajari dan menunggu mekanisme regulasi secara rinci terkait kebijakan tersebut. Selain itu, terdapat harapan untuk dapat menunda penerapan aturan wajib asuransi TPL bagi pemilik kendaraan. Penerapan aturan baru dikhawatirkan dapat kembali memicu tekanan di tengah situasi pasar otomotif yang masih lesu.

“Karena kita sebetulnya (berharap) kalau bisa jangan diterapkan sekarang. Karena (pasar) mobil lagi turun,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Johannes Nangoi kepada wartawan di lokasi pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Motor Show (GIIAS) 2024 di Gedung Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai (BSD) City, Kabupaten Tangerang (Banten), Sabtu 27 Juli 2024).

Nangoi menekankan, banyak konsumen sudah memiliki kesadaran dalam membeli asuransi kendaraan. Terutama mereka yang membeli kendaraan secara kredit, karena sudah masuk dalam paket pembiayaan mobil atau motor tersebut. Problem regulasi wajib asuransi TPL, menurutnya, baru muncul ketika kendaraan tersebut sudah dilunasi atau dibeli secara tunai. Begitu juga jika nantinya akan mencakup kepada kondisi pembelian kendaraan bekas atau seken.

“Semua mobil yang dicicil ataupun pakai leasing company sudah harus pakai asuransi. Problemnya setelah selesai dicicil mereka harus asuransi atau tidak, kemudian banyak mobil lainnya juga,” kata Nangoi.

Walaupun muncul kekhawatiran adanya tekanan akibat regulasi baru, GAIKINDO meyakini faktor asuransi tak akan banyak berdampak pada harga jual. Kenaikan harga kendaraan juga ditentukan oleh banyak faktor seperti persaingan antar produsen.

Ketua 1 GAIKINDO Jongkie D Sugiarto menegaskan, kewajiban membeli asuransi kendaraan dari TPL seharusnya hanya berlaku kepada kalangan tertentu. Semisal bagi konsumen yang membeli secara tunai, agar cakupan asuransi kendaraan dapat terimplementasi secara merata. “Jadi sebetulnya (dampak regulasi) tak terlalu signifikan. Nanti tinggal sisa 40 persen (konsumen) yang bayar cash diwajibkan asuransi misalnya, kalo peraturannya terbit,” kata Jongkie.

Sementara kalangan agen pemegang merek (APM), selaku kepanjangan tangan produsen, juga berhati-hati dalam menyikapi isu ini. Pasalnya mereka belum mengetahui aturan wajib TPL dari pemerintah ataupun pihak terkait. Mereka menanti bagaimana pelaksanaan kewajiban asuransi kendaraan yang akan dikeluarkan pemerintah. Termasuk, skema asuransi yang produknya akan dibeli oleh pemilik kendaraan, baik nantinya melalui penunjukan pemerintah atau rekanan produsen.

“Secara interest rate tak terlalu besar. Kami menunggu seperti apa (peraturannya), karena cukup banyak perusahaan asuransi yang mem-backup perusahaan pembiayaan. Apakah nanti ditunjuk salah satunya atau semua asuransi bisa (digunakan konsumen) ini mungkin yang paling penting, yang kita tunggu,” kata Head of Sales Marketing Group PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) Budi Dermawan.

Budi menambahkan dalam peraturan itu seharusnya juga mencakup prosedur penanganan insiden atau kecelakaan yang ditanggung oleh asuransi. Karena bentuknya diwajibkan, maka pelanggan seharusnya mendapat edukasi dan pemahaman jelas tentang berbagai kondisi, yang dicakup dalam polis yang mereka beli. (*)