JAKARTA— Kebutuhan baja kasar (crude steel) terus menanjak. Pembangunan infrastruktur, konstruksi, kapal, dan otomotif membutuhkan bahan baku baja. Kebutuhan baja nasional naik dari 7,4 juta ton (2009) menjadi 12,7 juta ton (2014).
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, untuk memenuhi permintaan baja domestik dan menghindari ketergantungan terhadap baja impor, masih perlu banyak investasi di sektor baja. “Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang nilainya sekitar Rp 5.000 triliun sampai dengan 2019 membutuhkan baja sekitar 17,5 juta ton per tahun,” kata Menteri pada Conference & Technology Forum for Indonesia Steel Industry Development di Jakarta, Selasa (24/11).
Industri besi dan baja juga menjadi salah satu industri prioritas. Industri ini menghasilkan bahan baku dasar bagi industri lain— industri galangan kapal, industri migas, alat berat, otomotif, dan eletronika.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, ada 1.167 perusahaan industri baja nasional hulu dan hilir. Total, industri baja nasional hulu dan hilir mampu menyerap 300 ribu lebih tenaga kerja.
Industri hilir besi baja nasional tumbuh lebih cepat dibanding dengan industri hulu. Perbedaan kapasitas industri ini menyebabkan suplai bahan baku domestik baik untuk industri intermediate maupun industri hilir saat ini masih belum mencukupi. “Ini memicu baja impor yang cukup besar,” kata Menteri.