JAKARTA— Kementerian Perindustrian tengah menyiapkan penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) produk pelumas. SNI wajib untuk melindungi industri dalam negeri dan konsumen. “Kami sediakan laboratorium pengujian pelumas, terutama untuk kendaraan bermotor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Country Chairman & President Director PT Shell Indonesia Darwin Silalahi di Jakarta, Kamis 6 Oktober 2016.
Uji pelumas bertujuan menjamin dan meningkatkan mutu, berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun global. “Karena saat ini laboratorium pengujian standar pelumas baru dimiliki Pertamina dan Lembaga Minyak dan Gas (Lemigas). Kami memanggil Sucofindo turut menyiapkan,” katanya.
Menperin yakin pelaku industri pelumas nasional mendukung penerapan SNI wajib ini. “Mereka tak ada keluhan, tapi kalau tak ada SNI akan menjadi persaingan yang tak sehat,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kemenperin, industri pelumas nasional mendapat tantangan dari pelumas impor yang meningkat signifikan. Impor pada 2010 sebesar 200 ribu kiloliter (KL) menjadi 300 ribu KL pada 2013.
Selain penerapan SNI wajib, pemerintah mendorong program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) dan perlindungan melalui safeguard, bea masuk anti-dumping, maupun instrumen perdagangan lainnya.
Upaya pengembangan industri pelumas nasional perlu rantai pasok yang terintegrasi antara sektor hulu dan hilir, atau antara bahan baku berupa lube-base oil dengan produk pelumas. Belakangan ini industri pelumas terus menunjukkan kinerja signifikan, seiring dengan pertumbuhan pada sektor otomotif, permesinan, infrastruktur dan industri maritim.
Kini terdapat lebih dari 20 pabrik pelumas (lube oil blending plant, LOBP) di Indonesia. Kapasitasnya mencapai 1,8 juta KL per tahun dan omset mencapai Rp 7 triliun. Pada 2014 eksporpelumas mencapai USD 86,56 juta, naik dua kali lipat dibandingkan 2013 sebesar USD 41,82 juta. (*)