JAKARTA— Kementerian Perindustrian mendorong industri otomotif nasional agar mengembangkan mobil listrik. Pasalnya, tren kendaraan masa depan menuju konsep yang hemat energi dan ramah lingkungan. Pengembangan mobil listrik sebagai salah satu komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya menurunkan emisi sebesar 29% pada 2030.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan itu meembuka Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Mobil Listrik di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (24/2).
“Masih terbuka peluang untuk pengembangan mobil listrik secara mandiri oleh industri dalam negeri karena teknologinya masih berkembang dan belum ada pemain yang dominan di industri ini,” kata Dirjen.
Hingga saat ini, populasi mobil listrik di dunia sekitar 4 juta unit dan diperkirakan pada 2020 mencapai 10 juta unit. Menurut Dirjen, agar industri otomotif dalam negeri punya kekuatan daya saing, pengembangannya harus sinergi dengan tuntutan pasar. “Mobil listrik menjadi target market untuk pengembangan industri otomotif kita ke depan. Jika tak mengantisipasi perkembangan teknologi ini, kita nanti hanya jadi pengguna,” katanya.
Di masa datang, kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan mengarah pada beberapa pilihan teknologi. Itu antara lain advanced diesel/petrol engine, bahan bakar alternatif (biofuel), bahan bakar gas (CNG atau LGV), kendaraan listrik, hybrid, dual fuel (gasoline-gas), dan fuelcell (hidrogen).
Perlu sinergi dukungan berbagai instansi terkait untuk melakukan penelitian dan pengembangan serta penetapan regulasi terkait perkembangan teknologi tersebut. “Untuk mobil listrik, perlu pengembangan teknologi charging station, battery, dan motor listrik,” katanya.
Pada saat ini, Kemenperin telah membuat langkah strategis— triplex helix. Ini kolaborasi antara pemerintah dengan asosiasi industri dan akademisi. “Kerjasama terus diperkuat dalam pelaksanaan development bersama,” katanya.
Putu juga memastikan, pihaknya siap memfasilitasi pembetukan engineering center. “Kita harus berbagi peran agar bisa saling mengisi. Misalnya ada institusi yang fokus pada pengembangan battery, fokus pada pengembangan motor atau fokus pada charging station, dan lain-lain,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Bina Keselamatan Angkutan Umum Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Karlo Manik mengatakan, pihaknya tengah menyusun ketentuan persyaratan untuk mobil listrik. Untuk detil persyaratan, sebenarnya tak jauh berbeda dengan yang konvensional. Hanya ada beberapa butir persyaratan khusus yang akan diterapkan ke mobil listrik untuk tetap menjaga aspek keselamatan yang diutamakan.
“Jadi mungkin ada yang kita kurangi, misalnya uji emisi untuk mobil listrik tak ada. Tapi mungkin suaranya harus ada. Apakah kita akan tambah persyaratan noise-nya harus ada, supaya orang tahu kalau ada mobil listrik yang melintas,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Tim Mobil Listrik Nasional (Molina) dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Muhammad Nur Yuniarto mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai riset yang dibutuhkan untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia. Beberapa komponen yang dihasilkan bisa dimanfaatkan oleh para pelaku industri.
“Ini tugas riset perguruan tinggi, tinggal bagaimana hasil ini bisa dimanfaatkan oleh pihak industri. Semua hasil penelitian perguruan tinggi itu milik negara, tinggal dimanfaatkan saja,” katanya.
Ia menjelaskan, biaya proyek pembuatan komponen mobil listrik ini dari Kementrian Riset dan Teknologi. “Tahun lalu kami dapatkan dana dari LPDP,” katanya.
Nur menyampaikan, pada saat ini mobil listrik tersebut sudah diuji-coba dengan perjalanan dari Surabaya ke Jakarta. Sekali charge selama empat jam, mobil listrik bisa melaju sepanjang 100 kilometer. Jika teknologinya sudah sempurna, biaya operasional mobil listrik ini bisa efisien. “Sebagai perbandingan, mobil listrik menghabiskan biaya operasional USD 5.200, hybrid USD 9.000, dan konvensional USD 9.000,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Kendaraan Listik Bermerek Nasional (APKLIBERNAS) Sukotjo Herupramono mengatakan, peran pemerintah sangat besar dalam mendorong para pelaku industri otomotif nasional untuk memproduksi mobil listrik “Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan supaya proyek mobil listrik bermerek nasional bisa berjalan di Indonesia. Misalnya, harus dibuat roadmap yang jelas, dalam hal ini peran Kementerian Perindustrian. Di dalamnya, terdapat ketentuan seperti arah pengembangan dan waktu yang ditargetkan,” katanya.
Pemerintah juga harus mengatur pasar mobil listrik di Indonesia. “Tuntutan kami sebagai prinsipal nasional, adalah meminta pasar dengan tenaga motor listrik 75 KWh ke bawah supaya tak disentuh pihak asing,” katanya. (*)