JAKARTA— Truk angkutan barang dengan ukuran bak serta muatan sengaja dibuat berlebih atau sering dikenal dengan istilah over dimension over loading (ODOL) dan angkutan umum yang tak laik jalan seringkali menjadi pemicu terjadinya kecelakaan maut. Namun sayangnya kendaraan-kendaraan seperti ini, masih banyak berkeliaran.
Agar tetap bebas mengaspal di jalan, banyak operator mobil angkutan yang kurang bertanggung jawab dengan memanipulasi buku uji berkala (KIR). Salah satunya seperti kasus yang belum lama ini ramai diberitakan. Polres Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta Utara) pernah menyatakan berhasil mengungkap sindikat pemalsu buku uji KIR beberapa bulan yang lalu.
Pengungkapan kasus ini diawali dari tertangkapnya pengendara truk yang kedapatan membawa buku uji KIR palsu. Secara kasat mata buku tersebut tampak seperti asli. Namun, usai diperiksa oleh tim ahli dari Dinas Perhubungan setempat buku uji tersebut terbukti palsu. Buang Turasno, Kasubdit Uji Berkala Kendaraan Bermotor Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mengatakan saat ini praktik semacam itu memang kerap ditemukan oleh karena distribusi buku uji yang tak terkendali.
“Karena berbentuk fisik, bisa jadi buku jatuh ke tangan oknum tidak bertanggung jawab. Selain itu sering juga terjadi pemalsuan, baik buku uji ataupun data di dalamnya. Bahkan ada yang jenis kendaraan yang tertera di dalamnya tidak sesuai dengan jenis kendaraan sebenarnya ketika diperiksa,” katanya di Jakarta pada 5 November 2019 seperti dikutip Kompas.
Blue, bukti lulus uji kendaraan
Namun menurut Buang Turasno, di masa depan praktik tersebut diharapkan tidak akan lagi terjadi karena saat ini Ditjen Perhubungan Darat berinovasi men-digitalkan buku uji KIR menjadi Bukti Lulus Uji Elektronik (BLUE). Bukti lulus uji KIR tidak lagi berbentuk buku melainkan dua sertifikat tanda lulus uji, dua stiker hologram dengan QR Code yang ditempel pada kaca depan kendaraan dan satu Smart Card dengan teknologi NFC.
Data seperti identitas kendaraan, foto fisik kendaraan dari empat sisi, hingga data hasil pengujian berkala dapat diakses baik dengan sambungan internet ataupun tidak. Petugas tinggal memindai QR Code pada stiker hologram yang ditempelkan pada kendaraan atau menempelkan smart card ke smartphone yang sudah memiliki fitur NFC. BLUe diluncurkan secara nasional oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi.
Namun sebenarnya sejak awal tahun ini BLUe sudah mulai digunakan di beberapa Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB) kabupaten dan kota yang sudah terakreditasi B. BLUe pertama kali diimplementasikan oleh UPUBKB Banyumas (Jawa Tengah), bertepatan dengan peresmian Mall Layanan Publik oleh Kemenpan RB. Kemudian, implementasi BLUe diperluas ke UPUBKB di kabupaten dan kota lainnya.
“Saat ini sebenarnya sudah diimplementasikan di tujuh provinsi dan 38 kabupaten kota. Sebenarnya banyak juga kabupaten dan kota yang sudah terintegrasi sistemnya tetapi masih perlu penyesuaian di peraturan daerah,” kata Buang.
Manipulasi atau pemalsuan identitas kendaraan maupun hasil uji berkala akan sulit dilakukan dengan digunakannya BLUe. Ini karena semua data tersimpan dalam bentuk digital. Data juga terintegrasi dengan jembatan timbang dan terhubung secara nasional. Jadi ketika kendaraan dari luar daerah masuk ke jembatan timbang, identitas kendaraan dan data uji berkalanya tetap dapat diakses.
Selain dapat meminimalkan celah bagi oknum untuk memanipulasi hasil pengujian berkala, BLUe juga memberi manfaat lain. Pertama, efisiensi biaya. Satu paket BLUe yang terdiri dari sertifikat, stiker hologram dan Smart Card yang berlaku untuk satu tahun dapat diperoleh dengan harga Rp 25 ribu saja. Pembayaran dapat dilakukan secara lebih praktis dan cashless melalui bank BUMD atau bank persepsi yang bekerja sama dengan Dinas Perhubungan daerah setempat.
Pengesahannya pun tidak memerlukan birokrasi yang panjang karena tanda tangan pejabat dibubuhkan dalam format digital. Jika ada pergantian pejabat yang berwenang dalam pengesahan, pembaruan data pun bisa dilakukan seketika sehingga setiap bukti lulus uji berkala lebih valid. Dengan demikian kualitas pelayanan di setiap UPUBKB yang sudah menerapkan Smart Card meningkat. Masyarakat tak akan ragu lagi melakukan uji berkala dengan prosedur resmi. Praktik percaloan pun dapat diberantas.
Hasilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pengujian berkala kendaraan juga meningkat. “Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang telah menerapkan merasa lebih nyaman. Ada testimoni dari Kepala Desa Ponorogo yang mengatakan PAD meningkat. Selain itu banyak pemerintah kota dan kabupaten yang mendukung karena saat ini banyak daerah yang sedang gencar-gencarnya bertransformasi menjadi smart city,” kata Buang.
Sementara keuntungan bagi pemilik kendaraan, lanjut Buang Turasno, adalah kepastian biaya, waktu, dan hasil ujinya. “Kami juga mengukur indeks kepuasan masyarakat. Dengan membayar retribusi yang lebih mudah mereka yakin dengan hasil ujinya. Ini karena setiap UPUBKB harus memiliki alat terkalibrasi dan terakreditasi,” ujarnya.
Saat ini UPUBKB yang sudah menggunakan BLUe dalam bentuk smart card paling banyak berada di Pulau Jawa. Selain di Banyumas, UPUBKB di Purwokerto, Boyolali, Ponorogo dan DKI Jakarta. Sementara di luar Pulau Jawa, BLUe baru digunakan oleh UPUBKB Kabupaten Landak, Kota Singkawang, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang berada di Provinsi Kalimantan Barat, serta UPUBKB Kota Lampung. Sosialisasi dalam bentuk bimbingan teknis di kantor-kantor Dinas Perhubungan seluruh Indonesia terus diselenggarakan untuk mendorong percepatan penerapan BLUe sebagai bukti lulus uji berkala.
“Target kami, sementara hingga akhir tahun ini, dari 468 UPUBKB, sebanyak 250 unit saja menerapkan penggunaan Smart Card sudah bagus. Nanti kabupaten dan kota yang belum bisa menguji kendaraan di daerah tetangga yang sudah mengimplementasikan smart card. Ini karena tergantung pada kesiapan teknologi dan anggaran daerah,” kata Buang.
Smart Card ke depannya juga akan dikembangkan menjadi alat pembayaran pengujian berkala dan pembayaran tol layaknya kartu uang elektronik. Selain itu diharapkan data yang terdapat pada Smart Card dapat terhubung dengan sistem pengajuan izin operasional kendaraan angkutan atau kendaraan umum. “Saat ini kami masih berfokus dulu pada sosialisasi yang diutamakan untuk dinas-dinas perhubungan. Tujuannya agar setiap kepala dinas memahami dulu aturannya. Setelah itu secara bertahap sosialisasi diperluas ke masyarakat umum,” katanya. (*)