JAKARTA— Pemerintah mengaku bersungguh-sungguh mematangkan penyusunan peraturan presiden (Perpres) mengenai program percepatan pengembangan kendaraan listrik. Untuk melaksanakannya, pemerintah menyiapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur agar para pelaku industri otomotif tertartik untuk investasi. “Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis 9 Mei 2019.
Dalam pelaksanannya, pada tahap awal akan diberlakukan melalui bea masuk nol persen dan penurunan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor listrik. Menperin menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan peta jalan pengembangan kendaraan emisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV). Pengembangan LCEV ini meliputi untuk Kendaran Hemat Energi Harga Terjangkau (LCGC), electrified vehicle (kendaraan listrik) dan flexy engine (kendaraan dengan bahan bakar fleksibel/alternatif).
Sejumlah pelaku industri otomotif di Indonesia, seperti Toyota Indonesia, Mitsubishi Indonesia, BYD Company, Astra Honda Motor, dan Wuling Motors Indonesia telah melakukan proyek percontohan untuk kendaraan listrik. “Jika mereka melakukan prototyping dan proyek percontohan, itu berarti mereka berkomitmen untuk investasi lebih lanjut,” katanya
Menurut Airlangga, pengembangan itu tergantung pada hasil prototipe dan kesuksesan investasi mereka di pasar domestik. “Beberapa dari mereka akan melakukan pre-marketing project, karena EV harganya 30-50 persen lebih mahal dari kendaraan mesin konvensional atau internal combustion engine (ICE),” tuturnya.
“Mengenai pengembangan kendaraan listrik ini, akan ada juga pemain dari China, BYD yang minat berinvestasi di Tanah Air. Rencananya, BYD bakal melakukan pilot project di bidang commercial vehicles seperti bus. Tetapi tergantung pasarnya, kalau produsen lain, seperti Wuling dan DFSK sudah punya fasilitas sehingga lebih mudah bagi mereka untuk investasi di kendaraan listrik ini,” katanya.
Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, akan menjadi peluang besar karena industri otomotif di dalam negeri telah memiliki struktur manufaktur yang dalam, mulai dari hulu sampai hilir. “Misalnya, kita sudah punya bahan baku seperti baja, plastik, kaca, ban, hingga mesin yang diproduksi di dalam negeri. Lokal konten rata-rata di atas 80 persen. Ini yang menjadi andalan ekspor kita,” kata Menperin.
Di samping itu, potensi industri otomotif di Indonesia cukup besar, dengan jumlah produksi mobil yang mencapai 1,34 juta unit atau senilai 13,76 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun 2018. Saat ini, empat perusahaan otomotif besar telah menjadikan Indonesia sebagai rantai pasok global. Bahkan, telah memiliki ekosistem yang menyerap banyak tenaga kerja, hingga lebih dari satu juta orang.
Ia menjelaskan bahwa konvergensi teknologi akan memungkinkan terjadinya penggabungan industri otomotif dan sektor telekomunikasi. “Ke depan, highway bukan hanya soal jalan, melainkan juga network,” katanya.
Jaringan digital memungkinkan kendaraan otonom dapat saling berkomunikasi. Sebab, kendaraan semiotonom telah menggunakan jaringan telekomunikasi sebagai basis informasi, terutama terkait situasi kemacetan dan kondisi jalan. Alhasil, kecepatan dan keandalan jaringan telekomunikasi jadi kebutuhan, terlebih bagi kendaraan yang melaju kencang. (*)