JAKARTA— Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan dukungannya terhadap industri komponen otomotif lokal. Salah satunya, adalah dengan mendorong para pemodal anyar yang masuk ke Indonesia untuk memanfaatkan komponen dalam negeri.
“Jadi upaya kami adalah dengan mendorong penggunaan local content. Kalau persentase local contentditentukan, mereka harus mencari komponen di dalam negeri,” ujar Airlangga di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019, seperti dikutip Tempo.
Menurut Airlangga, sampai saat ini sebagian besar komponen bahan baku sektor industri masih impor. Sehingga, industri tersebut masih menderita defisit.
Selain itu, kata Airlangga, persoalan lainnya adalah volume. Berdasarkan data dari Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) nilai ekspor industri komponen otomotif pada 2018 adalah 3.115,7 juta dolar Amerika Serikat (AS), sementara impornya 4.539,5 juta dolarAS. Sehingga, defisitnya negatif 1.423,8 juta dolar AS.
Terkait impor bahan baku komponen, Airlangga mengatakan sebagian besar adalah yang berbasis baja. Karena itu, ke depannya, pemerintah mendorong adanya kerja sama antara Krakatau Steel dengan Pohang dan Nippon Steel. “Harapannya impor bisa ditekan,” kata Airlangga.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal GIAMM Hadi Suryadipradja menyebut para pelaku industri komponen otomotif mulai mati perlahan. Alasannya, produktivitas di sektor tersebut tak sebanding dengan melejitnya duit yang perlu dikeluarkan untuk membayar upah karyawan.
“Upah minimum provinsi (UMP) kita naik tiga kali lipat dalam sepuluh tahun. Sementara produktivitas berapa, naik sekali sudah bagus. Kalau kenaikan gaji lebih tinggi dari produktivitas artinya apa, tinggal tutup,” kata Hadi.
Di samping kenaikan gaji yang tidak sebanding dengan kenaikan produktivitas. Harga komponen otomotif juga tak bisa naik seenaknya. Karena itu lah banyak pelaku indsutri yang terdampak. “Pelaku industri sudah banyak yang tutup,” kata Hadi.
Salah satu kendala dalam pengembangan industri komponen otomotif adalah masih kurangnya volume penjualan kendaraan bermotor dari produksi dalam negeri. Menurut dia, penjualan yang belum prima berimbas kepada industri komponen. Pasalnya, permintaan yang sedikit membuat biaya produksi tinggi. “Itu terkait volume, kalau volumenya enggak ada mau bagaimana,” kata Hadi. (*)