JAKARTA— Perusahaan otomotif masih mengimpor mobil dari luar ke Indonesia di tengah giatnya pemerintah membuka keran investasi sektor otomotif supaya memperbanyak mobil diproduksi di Indonesia. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), impor mobil ke Indonesia Januari – Desember 2020 sebesar 35.173 unit dan Januari – November 2021 mencapai 45.917 unit.
Sejumlah merek yang masih mengandalkan impor utuh dalam berjualan antaranya Mazda, Volkswagen, Audi, MG, Kia, Lexus, Peugeot, hingga Renault. Bahkan Toyota, Suzuki, dan Mitsubishi masih impor mobil Tanah Air meski sudah memiliki pabrik produksi. Sedangkan merek baru yang telah tancap gas dengan mendirikan pabrik di Tanah Air tercatat ada dua dan berasal dari China, yaitu Wuling serta DFSK.
Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara mengatakan keputusan investasi dalam bentuk pabrik atau tidaknya sebuah merek di Tanah Air merupakan sebuah pilihan. Bila ada merek yang sejauh ini belum merakit lokal produknya, asosiasi juga tidak bisa memaksa berinvestasi. Namun merek tersebut pasti paham akan konsekuensi bila tidak kunjung mendirikan pabrik.
“Tapi sebetulnya boleh aja memilih mereka mau dagang (saja). Tapi mereka semuanya akan terbatas karena akan sangat fluktuatif tergantung nilai tukar dan sebagainya,” kata Kukuh dalam diskusi virtual belum lama in seperti dikutip CNN.
Kukuh memberi contoh pada kondisi pandemi. Merek yang tidak punya pabrik pasti akan terkena dampak besar. Salah satunya terkendala pengiriman unit akibat kebijakan ‘penguncian’ sebagai upaya menekan penularan wabah corona (Covid-19). “Dalam kondisi yang sekarang ini juga terpengaruh,” kata dia.
Mendirikan pabrik di suatu negara juga banyak perhitungan agar produksi mobil sesuai target pasar yang dituju misal suatu produk otomotif harus mencapai angka tertentu, misalnya terjual sekitar 2.000 unit per bulan. “Ya paling baik memang produksi sini kalau terpenuhi skala ekonominya. Tapi kalau mau jualan terbatas itu pilihan juga. Apa mau buat dealer mobil eksklusif bisa aja. Tapi jika tak ya mungkin bisa CBU dulu, kalau volume sudah banyak bisa pakai CKD. Kalau sudah tinggi permintaannya lagi ya kenapa tak memperbanyak produksi komponen lokal,” katanya.