Berita Economy & Industry

GAIKINDO Apresiasi Kebijakan Bebas Bea Masuk untuk Impor CBU Mobil Listrik

KONTAN— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mengapresiasi terbitnya sejumlah aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 79 Tahun 2023. Salah satu regulasi turunan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Investasi (Permeninves) No. 6 Tahun 2023 yang memastikan adanya insentif untuk impor mobil listrik utuh (completely built up, CBU).

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa produsen otomotif berkesempatan untuk memperoleh insentif pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah atas impor CBU mobil listrik dalam jumlah tertentu. Insentif tersebut diberikan kepada produsen yang berkomitmen akan maupun sudah berinvestasi membangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Insentif ini juga berlaku bagi produsen mobil konvensional yang hendak melakukan alih produksi menjadi mobil listrik. Jangka waktu pemberian insentif bebas bea masuk dan PPnBM ini berlaku sampai akhir Desember 2025 mendatang.

Produsen yang mendapat insentif wajib memenuhi komitmen untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah dan spesifikasi yang sama dengan impor mobil listrik yang direalisasikan dengan ketentuan siap berproduksi pada 31 Desember 2026, diproduksi paling lambat akhir 2027, dan harus memenuhi target Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara menyatakan, kehadiran insentif bebas bea masuk dan PPnBM impor CBU mobil listrik dengan syarat pihak produsen harus bangun pabrik di dalam negeri merupakan langkah konkret pemerintah untuk memajukan industri mobil listrik Indonesia. “Diharapkan Indonesia tidak hanya dijadikan pasar saja oleh pihak produsen mobil listrik,” kata dia, Selasa 9 Januari 2024.

GAIKINDO yakin harga jual mobil listrik impor menjadi relatif lebih murah setelah mendapat pembebasan bea masuk dan PPnBM. Meski belum ada acuan secara pasti, GAIKINDO berpendapat idealnya harga mobil listrik murah di Indonesia ada di kisaran Rp 300 juta atau di bawahnya. “Sebab, sebagian besar mobil yang laris terjual di Indonesia harganya sekitar Rp 300 juta,” kata Kukuh.

Porsi penjualan mobil listrik di Indonesia pun diperkirakan akan mengalami peningkatan ketika kebijakan insentif tersebut berjalan. Walau begitu, insentif bukan satu-satunya faktor penentu tren penjualan mobil listrik di pasar. Dinamika perekonomian nasional yang berkaitan dengan perkembangan daya beli masyarakat juga cukup mempengaruhi pasar mobil listrik. “Kalau ekonomi sedang lambat dan konsumen tidak belanjakan uangnya untuk mobil listrik, mau ada insentif pun rasanya tidak begitu ngaruh,” kata dia. (*)