JAKARTA— Indonesia menggugat Uni Eropa (UE) atas penerapan bea masuk anti-dumping (BMAD) untuk produk biodiesel dari Indonesia. Kenaikan bea masuk teresebut cukup besar sehingga berdampak pada lesunya ekspor dari Indonesia.
Belum ada konfirmasi dari berbagai pihak yang berkepentingan apakah sikap UE tentang impor biodiesel tersebut berkaitan dengan sikap industri dan pasar otomotif Eropa yang belakangan menunjukkan tren untuk makin meninggalkan mesin diesel. Dalam pertemuan para anggota Asisiasi Industri Otomotif Internasional di Moskow (Rusia) akhir 2016 lalu terbetik berita bahwa di masa datang mobil-mobil di Eropa makin mengurangi jenis mesin diesel. Para produsen dan pasar mobil Eropa akan lebih mengedepankan penggunaan tenaga listri atau hybrid, atau setidaknya ke mesin bensin.
Gugatan disampaikan melalui forum Dispute Settlement Body (DSB) Badan Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO). Indonesia yakin Komisi Eropa sebagai otoritas penyelidikan salah hitung normal value serta profit margin. Akibatnya, produsen atau eksportir biodiesel dari Indonesia dikenai BMAD tinggi. Nilai BMAD yang ditetapkan bagi Indonesia cukup besar, yaitu 8,8-23,3% (76,94-178,85 euro) per ton.
Ini menyebabkan ekspor biodiesel Indonesia ke UE mengalami kelesuan. Sejak dikenai BMAD oleh Uni Eropa, kinerja ekspor biodiesel dari Indonesia ke Uni Eropa turun 72,34% atau turun dari USD635 juta pada 2013 menjadi USD9 juta pada 2017. Berdasar hasil analisis pengenaan BMAD tersebut, Pemerintah Indonesia menilai ada ketidakadilan dan inkonsistensi dengan anti-dumping agreement (ADA) WTO. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan UE adalah pasar yang gemuk untuk produk biodiesel Indonesia.
Melalui gugatan tersebut, pemerintah berharap ada keputusan penurunan jumlah margin dumping sehingga nantinya ekspor biodiesel kembali meningkat. ”Upaya ini butuh koordinasi yang baik antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha,” katanya.
Indonesia tak akan bersikap lunak terhadap upaya yang merugikan akses pasar Indonesia di UE. Langkah yang sama juga ditempuh Argentina yang telah lebih dulu melayangkan gugatan serupa terhadap UE. Argentina akhirnya berhasil memenangkan kasusnya di tingkat appellate body (AB) WTO.
Belajar dari pengalaman gugatan Argentina terhadap UE, Indonesia optimistis dapat memenangkan gugatan di DSB WTO. Produsen dan eksportir Indonesia juga mengajukan gugatan atas pengenaan BMAD UE ke General Court UE. (*)