INVESTOR DAILY— Dominasi mobil merek Jepang di industri otomotif Indonesia sudah berlangsung lebih dari setengah abad, dengan penguasaan pasar mencapai 90 persen. Mobil-merek Jepang yang masuk pasar Indonesia antara lain Daihatsu, Hino, Isuzu, Lexus, Mazda, Mitsubishi Motors (mobil penumpang), Mitsubishi Fuso (mobil angkutan niaga), Nissan, Subaru, Suzuki, dan Toyota.
Sekalipun berhadapan dengan merek-merek lama dan baru, mobil-mobil merek Jepang tetap bergeming. Beberapa merek mobil non-Jepang yang masuk pasar Indonesia antara lain Audi, BMW, BYD, Chery, Citroen, DFSK, FAW, Hyundai, Jeep, Kia, Mercedes-Benz, MINI, Peugeot, Tata, VW, Wuling. Sampai akhir-akhir ini muncul pertanyaan, akankah era kendaraan listrik (electric vehicle, EV) sanggup mengubah peta persaingan di industri otomotif Indonesia di masa datang?
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil listrik— baik yang berteknologi electric vehicle (EV), hybrid electric vehicle (PHEV) dan hybrid electric vehicle (HEV)— sepanjang Januari-Mei 2023 mencapai 16.774 unit. Angka itu merupakan 3,96 persen dari total penjualan mobil nasional yang sebanyak 423.404 unit. Walaupun kontribusi EV terhadap total penjualan mobil masih kecil, capaian selama lima bulan pertama 2023 telah mengejar penjualan sepanjang 12 bulan 2022 sebanyak 20.681 unit EV, PHEV, dan HEV.
Dari total penjualan kendaraan listrik sepanjang lima bulan 2023, mobil-mobil Jepang menguasai 72,65 persen pasar EV di dalam negeri. Rinciannya, 98,33 persen berupa mobil HEV, dan hanya 1,66 persen berupa PHEV) dan battery electric vehicle BEV. Dominasi Jepang di segmen mobil hibrid sangat kuat dengan pangsa pasar mencapai 98,94 persen. Meski, di segmen BEV dan PHEV penguasaan pasarnya hanya 4,35 persen.
“Kepercayaan masyarakat pada produk dari negara Sakura sudah mengakar kuat. Hanya saja karena produsen Jepang tidak yakin pada BEV, mereka tidak terlalu mempersiapkan produk jenis BEV. Kita tunggu saja BEV dari negara Sakura, jika mereka ingin mengamankan posisi sebagai pemain utama di Bumi Pertiwi,” kata Pengamat Otomotif Bebin Djuana seperti dekutip Investor Daily belum lama ini.
Bebin mengungkapkan, merek-merek Jepang yakin bahwa teknologi hybrid adalah jawaban kendaraan masa depan. Oleh sebab itu, pengembangan dan penyempurnaannya terus mereka lakukan. Saat ini BEV masih menghadapi kendala harga dan prasarana stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), sehingga masyarakat lebih memilih mobil hybrid. “Ini dibuktikan penjualan mobil-mobil hybrid yang jumlahnya tiga kali lipat dibanding BEV,” kata dia.
Bebin mengatakan, kunci Jepang bisa mendominasi pasar otomotif Indonesia bukan hanya pada model-model kendaraan yang disesuaikan dengan karakter masyarakat di sini, tapi juga segala sesuatu disesuaikan dengan kondisi Tanah Air. Mereka juga berani berinvestasi besar, yang menunjukan keseriusan menggarap pasar dalam negeri dengan pengembangan jaringan serta layanan purna jual. “Mereka tentu akan memutuskan waktu yang tepat untuk menghadirkan BEV di negara kita dengan spesifikasi dan harga yang tepat. Kita hanya perlu bersabar,” kata Bebin.
Bebin yakin mobil listrik akan menjadi kendaraan masa depan. “Turunnya jumlah kendaraan dengan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine, ICE) biar berlangsung alami, jangan dipaksakan. Ambil contoh apa yang terjadi di Norwegia, mereka sudah mulai gencar dengan EV sejak 20 tahun yang lalu, sekarang kendaraan ICE di sana tinggal 25 persen,” kata dia.
Di tempat terpisah, Seketaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan, masyarakat saat ini mulai melirik kendaraan listrik, baik murni listrik atau hibrid. Peta kekuatan di pasar mobil listrik ke depannya, akan sangat tergantung pada strategi masing-masing brand. Itu bakal menentukan persaingan mobil listrik selanjutnya. “Apakah Jepang masih akan mendominasi atau tidak, tergantung dari strategi pabrikan otomotif itu sendiri. Jepang punya mobil itu atau tidak? Kalau tidak ada, pasar EV bisa diambil Korea, Tiongkok, atau negara lain seperti Eropa. Ini menarik juga,” kata Kukuh kepada.
Kukuh melihat, pasar Indonesia sangat menjanjikan. Rasio kepemilikan mobil di dalam negeri masih relatif rendah, yakni baru 99 per 1.000 penduduk. Terkait langkah produsen-produsen mobil Jepang dalam menyikapi segmen EV, itu tergantung pada falsafah masing-masing merek. “Mereka lebih memilih untuk memulai dari hibrid terlebih dahulu. Sekarang mobil hibrid juga tumbuh bersama dengan EV lainnya,” kata Kukuh.
Menurut Kukuh, harga mobil hybrid juga masih relatif tinggi. Sehingga, segmen marketnya masih kecil. “Kalau ada mobil hibrid yang harganya 300 juta dengan kualitas bagus, masyarakat pasti akan beli,” kata dia.
Dia menilai, masih terlalu dini menyebut pasar kendaraan listrik sudah sustain dan berkelanjutan. “Hanya waktu yang bisa menjawab dan kondisi ekonomi Indonesia ke depan,” kata Kukuh. (*)