JAKARTA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyatakan dampak melemahnya rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) akan sangat berpengaruh terhadap industri otomotif. Tapi dampak itu akan berbeda dan tergantung kepada masing-masing agen pemegang merek (APM). Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi menjelaskan tingkat penggunaan dollar AS dan mata uang lainnya setiap APM berbeda satu sama lain.
“Terus tetang pelemahan nilai rupiah sangat berpengaruh. Besar kecilnya tergantung dari masing-masing merek, karena ada yang berdasarkan dolar AS, ada yang yen (Jepang), won (Korea), dan euro,” kata Yohannes seperti dikutip Bisnis, Senin 23 Maret 2020.
Hanya saja harga produksi mobil bakal terdampak dari pelemahan rupiah. Meski sejumlah merek mobil sudah diproduksi dalam negeri, masih banyak bahan baku yang diimpor menggunakan dollar. Hal ini berdampak pada harga jual dari mobil. Namun, dia menyatakan dampaknya tak akan dirasakan langsung. Masih ada jeda waktu sampai dampak dari melemahnya rupiah terhadap dolar ini terasa di industri otomotif.
“Dampaknya enggak sekarang langsung tapi mungkin beberapa bulan kemudian. Ada hedging tapi biaya hedging naik. Dampak pasti ada kapan belum tahu orderan kami akan berlaku kapan. Karena baru seminggu dua minggi ini ternyata (dolar) melonjak gini,” kataya.
Dolar AS terus menguat terhadap rupiah, mendorong mata uang di pasar negara-negara berkembang terkulai. Investor masih melakukan aksi borong dolar di tengah kekhawatiran bahwa pandemi corona atau Covid-19 akan membuat ekonomi global tertekan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin 23 Maret 2020 hingga pukul 10.58 WIB, pelemahan mata uang Asia dipimpin oleh rupiah yang terkoreksi 3,7 persen menjadi Rp 16.550 per dolar AS, disusul oleh won yang melemah 2,56 persen menjadi 1.277,53 won per dolar AS. Adapun rupiah pada saat itu berada di tingkat terendahnya sejak krisis keuangan 1998 dan hanya berjarak 100 poin untuk menuju tingkat terendahnya sepanjang sejarah. (*)