GAIKINDO— Pasar mobil listrik berbasis baterai (bukan hybrid) di Indonesia diramaikan oleh merek-merek dari sejumlah negara. Mereka antara lain dari Korea (Hyundai dan Kia), China (DFSK, MG, Wuling, Neta, Chery), Jepang (Lexus, Mitsubishi, Nissan, Toyota), Jerman (BMW, Mercedes-Benz), Inggris (MINI). Beberapa merek baru lain sempat dikabarkan akan masuk pasar Indonesia, misalnya VinFast (Vietnam) dan Tesla (Amerika Serikat, AS).
Untuk volume penjualan, Hyndai dan Wuling menempati urutan teratas. Untuk model dan varian, BMW paling agresif menampilkan produk barunya. Disusul kemudian Hyundai yang juga menawarkan sejumlah varian mobil istriknya.
Untuk mobil listrik non hybrid, mereka masuk ke dalam dua kategori. Pertama adalah mobil listrik battery electric vehicle (BEV). Kedua adalah plug-ini hybrid vehicle (PHEV). Untuk mudahnya, mobil BEV adalah mobil yang penggeraknya adalah motor listrik bertenaga baterai yang satu-satunya cara untuk mengisini ulang (recharging) harus dicolok ke listrik PLN.
Sedangkan mobil PHEV memiliki dua penggerak, yakni mesin konvensional berbahan bakar minyak (BBM) dan bertenaga baterai. Kedua sumber tenaga dapat bekerja bergantian atau bahkan bersamaan sekaligus sehingga mobil sangat bertenaga karena didorong oleh dua sumber tenaga. Baterai pada mobil PHEV dapat diisi ulang menggunakan sumber listrik yang dibangkitkan oleh mesin konvensional yang pada saat itu sedang bekerja.
Dengan kata lain, mobil PHEV punya kemampuan swa-recharging. Baterai pada mobil PHEV juga dapat melakukan recharge di colokan listrik PLN. Di situlah yang membedakan antara mobil PHEV dengan mobil hybrid. Mobil hybrid hanya bisa swa-recharge, tapi tidak dicolok ke PLN. (*)