Berita Economy & Industry

Kenaikan Pajak Berdampak Besar dan Memberatkan bagi Industri Otomotif

CNBC— Industri otomotif RI saat ini tengah berjuang menghadapi kelesuan pasar. Tantangan makin berat setelah pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun 2025. Produsen mobil menyebut perkiraan kenaikan harga yang bakal ditanggung konsumen.

Selain mengkhawatirkan kenaikan PPN 12 persen, industri juga dibuat waswas oleh peraturan ;ain. Yakni Undang-undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah disahkan pada 5 Januari 2022 dan berlaku tiga tahun kemudian.

Artinya tambahan opsen pajak atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) juga membebani pengusaha mobil nasional. Kondisi itu diungkapkan Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Yohannes Nangoi beberapa saat lalu.

“Anda lihat, PPN 12 persen kita naik. Jadi per satu persennya untuk mobil sekitar 200 juta, itu kira-kira dampaknya sekitar Rp 2 juta. Terus untuk mobil dengan harga Rp 400 juta, kenaikanya Rp 4 juta. PPN 12 persen sangat berdampak,” katanya.

“Tapi yang lebih berat, kami melihat itu adalah kenaikan daripada Peraturan Nomor 1 tahun 2022 mengenai Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kenaikannya sangat tinggi. Saat ini berlaku kira-kira sekitar 12 persen sampai 12,5 persen. Kalau dia berlaku sampai misalnya 19 persen atau 20 persen, dia naik 6 persen saja, itu untuk mobil Rp 200 juta, kira-kira dampaknya bisa sekitar Rp 12 juta. Tapi untuk mobil Rp 400 juta, dampaknya bisa kira-kira sekitar 24 juta. Ditambah PPN, ditambah segala macam, dampaknya akan berat,” kata Nangoi.

Beberapa faktor tersebut masih menghambat pertumbuhan industri otomotif Indonesia. Seperti tingginya suku bunga serta adanya informasi mengenai rencana pertambahan pajak-pajak. Hal ini tentu akan mempengaruhi pertumbuhan industri otomotif yang sangat rentan mengalami perubahan harga

“Terus terang, peraturan ini kan dari tahun 2022, Peraturan Nomor 1. Kami usul agar disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini jangan terlalu drastis. Pak Menteri bilang, jangan sampai ada pemutusan hubungan kerja (PHK) ya. Jangan sampai ada begini. Nah ini yang kami coba tahan. Kalau dampak daripada kenaikan pajak, pasti akan memukul penjualan,” kata Nangoi.

Untuk tahun 2024 ini saja, GAIKINDO harus memangkas target penjualan mobil nasional. Tarfet awalnya 1,1 juta unit, menjadi 850-an ribu unit. GAIKINDO mencatat, total penjualan mobil nasional periode Januari-Oktober 2024 sudah mencapai 710.406 unit. Angka ini lebih rendah 125.722 unit atau 15,05 persen dibanding penjualan mobil Januari-Oktober 2023 yang mencapai 836.128 unit.

Penjualan di bulan Oktober 2024 berhasil mencetak level tertinggi sejak awal tahun, mencapai 77.191 unit. Capaian ini melesat 4.525 unit atau 6,22 persen dibanding bulan September 2024 yang tercatat sebanyak 72.666 unit. Namun, masih lebih rendah 3.159 unit atau 3,93 persen dibanding Oktober 2023.

Mengutip detikoto, Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara bahkan menyatakan, PPN 12 persen dan kebijakan opsen pajak akan membuat penjualan mobil nasional ambruk jadi hanya 500-an unit per tahun. Karena itu, bukan tak mungkin gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri otomotif nasional akan terjadi.

“Kalau itu diberlakukan, pasti turunnya akan tajam. Pada tahun ini saja, kita sudah revisi target dari 1 juta unit ke 850 ribu unit. Kalau ada opsen pajak dan PPN 12 persen, bisa jadi kita akan sama dengan saat pandemi, yaitu sekitar 500 ribu,” katanya.

“Yang kita khawatirkan kan penurunan produksi, itu ujung-ujungnya juga tenaga kerja yang kena. Kita kan nggak mau arahnya ke sana. Kita nggak mau nasib kita seperti Thailand, padahal ada 1,5 juta orang (yang kerja) di sektor ini,” kata Kuhuh. (*)