ANTARA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) berharap pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tak berdampak ke sektor otomotif. PPN 12 persen akan berlaku per 1 Januari 2025. “Mudah-mudahan tak terlalu berdampak terhadap penjualan otomotif di Indonesia,” kata Ketua I GAIKINDO Jongkie Sugiarto di Jakarta, Jumat 15 November 2024.
Jongkie mengatakan, rencana kenaikan PPN sudah diumumkan pemerintah jauh-jauh hari sehingga GAIKINDO menghormati keputusan tersebut. Terkait strategi agar penjualan otomotif tetap terjaga, GAIKINDO menyerahkan sepenuhnya kepada agen pemegang merek (APM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat undang-undang (UU). Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis. Dalam penerapan PPN 12 persen nanti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berjanji berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
Ekonom yang juga direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang pro daya beli masyarakat, merespons keputusan pemerintah melanjutkan kebijakan PPN 12 persen. “Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro terhadap daya beli,” kata Huda.
Menurut dia, daya beli masyarakat masih cukup terpukul. PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. Ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi. “Daya beli masyarakat tergerus,” tambah dia.
Huda mengatakan banyak negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menerapkan tarif PPN lebih tinggi dibanding Indonesia. Namun, juga ada negara yang tarif PPN-nya lebih rendah, seperti Kanada (lima persen). Seharusnya, lanjut dia, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah. (*)