KUMPARAN— Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan kembali naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, dari saat ini sebesar 11 persen. Kenaikan ini dinilai akan memberikan dampak kepada industri, salah satunya otomotif.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, mengatakan kenaikan tarif PPN akan memberikan dampak bagi dunia usaha. Apalagi industri otomotif memiliki rantai pasok (supply chain), sehingga setiap tahapannya juga dikenakan PPN. “Suasana global tak mendukung. Ekonomi melemah dan biaya logistik juga naik,” kata Bob kepada wartawan, Kamis 21 Maret 2024.
Bob yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengusulkan agar pemerintah membuat mitigasi sebelum kenaikan tarif PPN berlaku tahun 2024 depan. Sehingga, industri dalam negeri tetap memiliki daya saing dan terlindungi. Ia menjelaskan, tarif PPN Indonesia sebesar 12 persen nantinya merupakan yang tertinggi di ASEAN. Saat ini, tarif PPN tertinggi dipegang oleh Filipina sebesar 12 persen.
Tarif PPN di Kamboja dan Vietnam sebesar 10 persen, Singapura 9 persen, Thailand dan Laos 7 persen. Bahkan Malaysia memiliki tarif pajak penjualan 5 persen, dan Myanmar memiliki pajak komersial sebesar 5 persen. “Kita ini (tarif PPN 12 persen) nanti paling tinggi di ASEAN. Bagaimana caranya supaya tetap kompetitif dengan negara-negara tersebut, yang tarifnya lebih rendah,” katanya.
Untuk itu, Bob menyarankan agar industri otomotif bisa dikenakan PPN Final. Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pengenaan tarif PPN Final bukan dari harga jual sebagaimana ketentuan PPN umum. Tarif PPN Final hanya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen dari peredaran usaha. PPN Final saat ini dikenakan kepada sektor tertentu, seperti aset kripto, barang hasil pertanian, transaksi kendaraan bermotor bekas, jasa perjalanan wisata, dan usaha kecil menengah (UKM. (*)