GAIKINDO— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyampaikan pandangannya tentang maraknya pemberitaan indeks pencemaran udara DKI Jakarta yang terus meningkat. Pencemaran udara tersebut kerap dikaitkan dengan industri kendaraan bermotor yang jumlah penggunanya yang terus meningkat. Data oleh Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa sumber pencemar udara utama di Indonesia disumbang oleh sektor transportasi (44 persen), industri (31 persen), manufaktur (10 persen), perumahan (14 persen), serta komersial (1 persen).
Menanggapi hal tersebut, GAIKINDO menyebut bahwa ada beberapa faktor pemicu utama polusi udara di DKI Jakarta yang harus ditinjau secara menyeluruh. Yohannes Nangoi (Ketua Umum GAIKINDO) menyatakan bahwa kendaraan bermotor merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dalam pencemaran udara, namun berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan untuk meminimalkan efeknya.
Memang benar saat ini jumlah kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia, khususnya Jakarta meningkat, baik mobil penumpang, maupun kendaraan komersial. Namun perlu diingat bahwa standar emisi gas buang kendaraan terus diperketat yang dimulai dengan upaya penghapusan bensin bertimbal sudah dimulai tahun 1999. Lalu ditingkatkan dengan penerapan Standar Emisi Euro 2 pada tahun 2003. Dan sejak 2018 industri kendaraan bermotor di Indonesia sudah memenuhi Standar Emisi Euro 4, sesuai dengan ketentuan KLHK. “Sehingga kendaraan-kendaraan yang diproduksi, dijual dan beredar di Indonesia lebih bersih dan ramah lingkungan,” katanya.
Sesuai ketentuan Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, sejak Oktober 2018 seluruh kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang menggunakan bahan bakar bensin wajib memenuhi standar emisi gas buang setara Euro 4. Sedangkan kendaraan bermesin diesel wajib memenuhi standard emisi gas buang Euro IV sejak April 2022.
Agar upaya penurunan emisi gas buang dari kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di samping kendaraan bermotor yang menerapkan teknologi yang sesuai dengan standard Euro 4, bahan bakarnya pun harus sesuai dengan ketentuan Standar Emisi Euro 4 yang berlaku. Untuk bahan bakar bensin spesifikasinya nilai minimum Research Octane Number (RON) 91 dan kadar sulfur maksimum 50 ppm. Sedangkan untuk bahan bakar solar, spesifikasnya minimum Cetane Number 51 dan kadar sulfur maksimum 50 part per million (ppm).
Menurut Yohannes Nangoi penggunaan teknologi mesin Standar Emisi Euro 4 yang menghasilkan emisi rendah dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara, jika didukung dengan penggunaan bahan bakar yang sesuai dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh KLHK. ”Namun sangat disayangkan saat ini yang kami tahu masih ada beberapa jenis bahan bakar yang tak memenuhi standar Euro 4, akibatnya target kendaraan dengan emisi rendah belum dapat tercapai sepenuhnya,” kata Nangoi.
Selain itu, terdapat beberapa faktor pemicu polusi udara lain yang juga harus diatasi secara menyeluruh guna menekan pencemaran udara. Tingginya tingkat kemacetan di ibu kota saat ini, ditambah masih terdapatnya kendaran bermotor lain yang masih menggunakan Standar Emisi Euro 3 yang tentunya lebih rendah ketimbang Euro 4 menjadi salah satu faktor pemicu polusi. Serta yang sangat mempengaruhi adalah musim kemarau panjang tanpa hujan selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi, sehingga berkontribusi besar terhadap buruknya kondisi udara terutama di Jakarta dan sekitarnya.
Inovasi Industri Otomotif Tekan Pencemaran Udara
Untuk menekan pencemaran udara akibat emisi gas buang, diperlukan sinergi semua pihak. Antara lain pemerintah, industri kendaraan bermotor Indonesia dan juga pengguna kendaraan bermotor. Upaya yang dilakukan industri kendaraan bermotor Indonesia kedepannya adalah dengan terus mendorong inovasi teknologi yang semakin rendah emisi gas buang, seperti penerapan Standar Emisi Euro 4 yang ketat baik pada teknologi kendaraan itu sendiri dan bahan bakar yang digunakan, kemudian juga penerapan Standar Emisi Euro 5, dan Euro 6, dikemudian hari, termasuk juga pengenalan kendaraan berbasis listrik baik Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) serta Battery Electric Vehicle (BEV). Bahkan saat ini industri kendaraan bermotor juga terus mengembangkan kendaraan dengan bahan bakar baru terbarukan seperti biodiesel dan juga etanol.
Yang harus ditekankan adalah teknologi otomotif tersebut harus didukung oleh para penggunanya. Untuk itu GAIKINDO dan para anggotanya berupaya untuk terus memberikan edukasi kepada konsumen tentang penggunaan teknologi kendaraan bermotor yang lebih ramah lingkungan serta menghimbau agar para pengguna kendaraan menggunakan bahan bakar yang tepat. “Juga perlu ketaatan pengguna menjaga waktu perawatan mesin, terutama juga bagi pengguna kendaraan komersial, untuk meminimalisir efek polusi udara,” kata Nangoi.
GAIKINDO juga menerangkan bahwa dibeberapa negara lain contohnya Jepang, di kota Tokyo dengan penduduk yang lebih padat dan jumlah kendaraan yang beredar lebih tinggi, namun dengan penerapan Standar Emisi Euro 6 yang ketat mereka mampu menekan tingkat emisi gas buang hingga udara tetap terjaga dan rendah polusi. Berbagai kebijakan dari pemerintah juga dibutuhkan untuk mendukung upaya mengurangi pencemaran udara, mulai dari rekayasa iklim untuk mengatasi kemarau panjang yang dialami saat ini, hingga upaya rekayasa lalu lintas guna mengurai kemacetan di kota Jakarta.
”Kami sangat berharap semua pihak dapat bekerja sama dengan baik, turut ambil bagian dalam upaya memperbaiki dan meminimalkan pencemaran udara di Jakarta,” kata Nangoi. (Foto: TIRTO/ ANTARA)